Kamis, 23 Februari 2017

Analisis Bumi Manusia (nilai-nilai sosial kemanusiaan)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Menurut genrenya, karya sastra dibagi menjadi tiga yaitu puisi, prosa dan drama. Untuk menganalisis suatu karya sastra pasti dibutuhkan teori-teori atau pendekatan-pendekatan. Salah satunya adalah pendekatan Sosiologis atau bisa juga disebut Sosiologi Sastra yaitu pendekatan dalam menganalisis karya sastra dengan menggunakan hubungan karya sastra dengan kehidupan sosial. Dalam karya sastra terutama prosa, pendekatan Sosiologis ini biasanya digunakan untuk menganalisis nilai-nilai sosial dalam karya sastra salah satunya adalah nilai kemanusiaan.
Novel Bumi Manusia ini bercerita tentang zaman Hindia-Belanda dimana para pribumi diperlakukan lebih rendah oleh para penjajah Belanda. Terdapat tiga tokoh sentral dalam novel ini yaitu Minke, Nyai Ontosoroh, dan Annelies. Banyak kejadian-kejadian di dalam cerita ini yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan karena ketidakadilan yang dialami oleh tokoh utama sebagi pribumi. Selain itu terdapat kisah cinta antara Minke dan Annelies yang berakhir menyedihkan karena ketidakadilan juga.
Pada dasarnya kemanusiaan sangat dibutuhkan dalam hidup manusia karena manusia adalah makhluk sosial. Selain itu nilai-nilai kemanusiaan hakikatnya adalah untuk memanusiakan manusia. Memang pada zaman penjajahan dahulu nilai-nilai kemanusiaan sangat sedikit terutama pada masalah penindasan dan ketidak-adilan kepada masyarakat pribumi. Maka dari itu pendekatan Sosiologis terutama pada nilai-nilai kemanusiaannya sangat penting dipelajari karena dengan nilai-nilai kemanusiaan, pembaca dapat menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari supaya terjalin masyarakat yang rukun.
Makalah ini akan membahas dan menganalisis nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam novel Bumi Manusia dan juga terdapat synopsis novel tersebut sebagai pandangannya.


1.2.       Rumusan Masalah
Dilihat dari penjelasan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut
1)             Bagaimana sinopsis dari novel Bumi Manusia?
2)             Apa sajakah nilai-nilai sosial kemanusiaan dalam novel Bumi Manusia?

1.3.       Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diambil tujuan pembuatan makalah antara lain:
1)             Mengidentifikasi sinopsis Bumi Manusia.
2)             Mengetahui nilai-nilai sosial kemanusiaan dalam novel Bumi Manusia.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sinopsis Bumi Manusia
Mingke sendiri adalah anak seorang bupati, yang mendapat kesempatan  bersekolah di sekolah Belanda, sekolah HBS di Surabaya. Dengan pendidikan yang ia dapatkan, perilaku dan gaya berpikirnya pun ikut kebarat-baratan. Selain kepada suaminya, Nyai Ontosoro juga melawan orang tuanya, yang telah tega mempersembahkan dirinya kepada seorang pejabat VOC (suaminya) untuk menjadi gundik.
Dalam situasi tersebut, sang Nyai berlaku keras memutuskan tali silaturahmi dengan kedua orang tuanya. Ia tak mengakui lagi kedua orang tuanya. Sementara Mingke, juga diam-diam melawan tradisi Jawa yang ia anggap tidak memanusiakan manusia. Menciptakan kelas sosial, dan cenderung merendahkan martabat perempuan. Keduanya terlibat dalam sebuah perjuangan, setelah Mingke resmi menikah dengan  putri Nyai Ontosoroh, Annelies. Perjuangan mereka dimulai setelah suami Nyai Ontosoroh, Tuan Herman Mellema, meniggal dunia dalam kondisi mengenaskan di sebuah rumah bordir milik baba Ahong, yang juga adalah tetangga mereka sendiri.
Insinyur Maurits Mellema yang merupakan anak Herman Mellema dengan isteri  pertamanya di Nederland tiba-tiba kembali   menghantui keluarga Nyai Otosoroh.Sebagai anak pertama dari isteri pertama, ia keberatan dan menggugat. Ia menginginkan semua harta benda ayahnya sebagai warisan yang hanya untuknya. Mauritus berkeras karena ia adalah anak sah tuan Mellema dari hubungan yang sah  pula. Bukan seperti kedua saudara tirinya, yang lahir dari hubungan suami isteri yang tiak sah menurut negara dan agama. Gugatan yang dilayangkan Mauritus melalui  pengadilan putih ketika itu bukan hanya berbuntut pada harta warisan, tapi juga menghendaki Annalies untuk dibawah ke Nederland. Perlawanan atas gugatan Mauritus tersebut disambut hangat oleh media cetak.
Sebagai seorang siswa HBS yang tulisannya sudah menghiasi halaman-halaman koran, Mingke menggunakan tulisan-tulisannya sebagai alat perjuangan, untuk mempropaganda. Dalam tulisan-tulisannya, Minke mencoba membangun opini publik  bahwa perjuangan mereka melawan Mauritus di pengadilan, bukan hanya perjuangan  perebutan harta gono-gini dalam sebuah keluarga, tapi juga adalah sebuah perlawanan atas kuasa bangsa penjajah. Perjuangan yang penuh suka cita itu tak berbuntut baik. Orang-orang yang bersimpati untuk membantu Nyai Ontosoroh dan Mingke tak mampu  berbuat banyak. Akhirnya, pengadilan putih memutuskan kemenangan Mauritus sebagai penggugat. Ia menguasai semua harta ayahnya dan membawa adik tirinya, Annalies ke Nederland. [1]

2.2  Nilai-Nilai Sosial Kemanusiaan yang Terdapat dalam Novel Bumi Manusia
Nilai sosial kemanusiaan adalah nilai mengenai harkat dan martabat manusia. Manusia merupakan makhluk tertinggi di antara makhluk ciptaan Tuhan. Sehingga nilai-nilai kemanusiaan tersebut mencerminkan kedudukan manusia sebagai makhluk tertinggi di antara makhluk lainnya. Seseorang mempunyai nilai kemanusiaan yang tinggi menghendaki masyarakat memiliki sikap dan perilaku sebagai layaknya manusia. Sebaliknya,  tidak menyukai sikap dan perilaku yang sifatnya merendahkan manusia.[2]
Persoalan manusia pada Bumi Manusia bisa berupa hubungan dengan Tuhan: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat bersikap sabar dan tawakal atas cobaan Tuhan. hubungan dengan manusia lain: cinta kasih orang tua pada anak, sikap sopan santun dengan yang lebih tua, menjaga suasana kekeluargaan dan kebersamaan, menolong orang lain yang sedang mengalami  kesasuhan. Hubungan dengan kemasyarakatan: ketidakadilan, usaha mengembalikan harkat kemanusiaan,.[3]
2.2.1        Hubungan dengan Tuhan
1)      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mah Esa
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan adalah hal yang sangat penting. Pembuktian iman seseorang adalah dengan cara melaksanakan ajaran-ajaran dari Tuhan. Baik itu menaati perintah-Nya atau menjauhi segala larangan-Nya. Manusia harus menjalankan kehidupannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Maka mereka bisa dikatakan taat kepada perintah-Nya. Hal ini tertulis pada kutipan berikut.
Kami dinikahkan secara islam. Darsam bertindak sebagai saksi dan Annelies diwali oleh seseorang wali hakim…[4]
“ Perkawinanmu syah menurut hukum islam. Membatalkan adalah menghina hukum islam, mencemarkan ketentuan yang dimuliakan umat islam...ah, betapa aku inginkan perkawinan syah. Tuan selalu menolak. Ternyata ia masih ada istri syah. Sekarang anakku kawin syah. Jauh lebih tinggi daripadaku sendiri. Dan tidak diakui. “[5]
Kutipan di atas menceritakan tentang perkawinan antara Minke dan Annelies yang sesuai dengan ajaran islam, yaitu adanya saksi dan wali. Hal ini membuktikan bahwa masih ada kepercayaan kepada Tuhan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan-Nya. Namun pada kutipan Nyai Ontosoroh adalah ungkapan yang menjelaskan tentang bagaimana hukum-hukum islam itu dikesampingkan. Minke dan Annelies yang sah perkawinannya menurut islam, sama sekali tidak diakui oleh hukum sidang Eropa. Mereka beranggapan bahwa perkawinan itu tidak sah sekalipun ada yang menikahkan karena masih dibawah umur. Hal ini sangat terlihat bagaimana kaum Eropa sama sekali tidak menghargai islam.
2)      Bersikap sabar dan tawakal atas cobaan Tuhan
Manusia dalam menjalani hidup selalu menemui cobaan dari Tuhan. Hal tersebut merupakan cara Tuhan untuk menguji keimanan seseorang. Keberhasilan ujian tersebut tergantung bagaimana menyikapinya. Mereka yang sedang mendapatkan cobaan itu bisa sabar atau bahkan sebaliknya. Ada kutipan sebagai berikut.
“ Mama, dengan koper ini dulu Mama pergi dan bertekad takkan kembali lagi. Koper ini terlalu memberati kenangan Mama. Biar aku bawa, Mama, beserta kenangan berat di dalamnya. Aku takkan bawa apa-apa kecuali kain batikan Bunda. Hanya koper ini kenangan Mama, dan batikan Bunda, pakaian pengantinku, Ma. Masukkan sini, jangan kenangkan yang dulu-dulu. Yang sudah lewat biarlah berlalu, Mamaku, Mamaku sayang.”[6]
Kutipan di atas adalah ungkapan Annelies kepada Nyai Ontosoroh sebelum ia pergi. Annelies sangat sabar terhadap nasibnya, terhadap ujian dari Tuhan. Ia harus rela dibawa oleh pengasuh dari Ir. Maurist Mellema ke Nederland dan meninggalkan orang-orang yang dicintai. Annelies mengerti bahwa Nyai Ontosoroh dan Minke telah berusaha keras untuk mempertahankannya namun Tuhan menghendaki dia harus meninggalkan mereka. Maka yang ia lakukan adalah sabar dan berserah diri terhadap kenyataan dari Tuhan.
2.2.2        Hubungan dengan manusia lain
1)       Cinta kasih orang tua pada anak
Sosok orang tua, khususnya ibu akan memperjuangkan anaknya yang sedang dalam bahaya atau terancam keselamatannya. Bahkan rela mengorbankan harga dirinya. Hal ini bisa terlihat dari kutipan berikut.
Annelies anakku, Tuan, hanya seorang Indo, maka tidak boleh melakukan apa yang dilakukan bapaknya ? Aku yang melahirkannya, membesarka dan mendidik, tanpa bantuan satu sen pun dari Tuan-Tuan yang terhormat. Atau bukan aku yang telah tanggungjawab atasnya selama ini ? Tuan-Tuan sama sekali tidak pernah bersusah-payah untuknya. Mengapa usil ?[7]
Kutipan di atas menceritakan tentang Nyai Ontosoroh yang membela Annelies dalam sidang yang akan memisahkan antara ibu dan anak itu. Nyai Ontosoroh bersikeras mempertahankan anaknya yang akan diambil oleh keluarga Mellema karena termasuk keturunan Mellema. Bahkan Nyai Ontosoroh tidak memperdulikan kewibawaan sidang dan menghujat orang-orang yang ada dengan kata-kata dendam. Karena kegaduhan yang diciptakan Nyai Ontosoroh tersebut, membuatnya dikeluarkan dari ruangan sidang.
2)       Sikap sopan santun dengan yang lebih tua
 Dalam adat Jawa, sikap sopan santun sangat penting. Anak-anak mulai dini diajari tentang bagaimana berlaku dan bersikap kepada yang lebih tua. Hal ini dimaksudkan agar kelak mereka mempunyai rasa hormat yang tinggi kepada yang lebih tua, apalagi kepada orang tua sendiri. Ungkapan ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Rupanya kesopanan pun telah kau tinggalkan maka tak segera sujud pada Bunda”
Pintu kuketuk pelan. Aku tak tahu kamar siapa, membukanya dan masuk. Bunda sedang duduk bersisir di depan cermin. Sebuah lampu minyak berkaki tinggi berdiri di atas sebuah kenap di sampingnya.
“Bunda, ampuni sahaya,” kataku mengembik, bersujud dihadapannya dan mencium lututnya. Tak tahulah aku mengapa tiba-tiba hati diserang rindu begini pada Bunda.[8]
Kutipan di atas menggambarkan bagaimana seharusnya seorang anak harus bersujud kepada orang tuanya ketika baru datang. Minke telah lama tidak bertemu dengan bundanya yang tinggal di kota B. Minke merasa bersalah karena tidak pernah membalas surat dari keluarganya. Kedatangannya ke kota B juga karena ada utusan Ayahnya untuk membawa Minke pulang karena ada acara pelantikan gubernur.

3)       Menjaga suasana kekeluargaan dan kebersamaan
Menjalin hubungan dengan sesama adalah hal yang sulit. Apalagi jika ada perbedaan SARA. Namun kesulitan itu bisa diatasi ketika dalam hubungan sudah timbul suasana kekeluargaan dan kebersamaan. Bahkan dengan orang lain akan seperti dengan keluarga sendiri. Hal ini bisa terlihat dari kutipan berikut.
Maka papa menyetujui asosiasi. Hanya itu satu-satunya jalan yang baik untuk Pribumi. Ia mengharapkan, juga kami, kau kelak duduk setingkat dengan orang Eropa, bersama-sama memajukan bangsa dan negeri ini, sahabat. Permulaan itu kau sendiri yang sudah memulai. Pasti kau bisa memahami maksud kami. Kami sangat mencintai ayah kami. Ia bukan sekedar ayah, juga seorang guru yang memimpin kami melihat dan memahami dunia, seorang sahabat yang masak dan berisi, seorang adsministator yang tak mengharapkan keuntungan dari keluh kesah bawahan.[9]
Kutipan tersebut merupakan sebagian isi surat dari Miriam de la Croix, putri dari Tuan Assisten Residen Herbert de la Croix yang dikenal Minke ketika pelantikan ayahnya menjadi bupati. Isinya menyatakan tentang perasaan keluarga Miriam yang keturunan Eropa terhadap Minke yang asli Pribumi. Keluarga Miriam sangat mengagumi Minke, terutama Tuan Herbert. Bahkan Tuan Herbert juga mengharapkan kelak kaum Pribumi dan kaum Eropa bisa sejajar dan bersama-sama membangun negeri. Walaupun jelas ada perbedaan antara mereka, namun ada suasana kekeluargaan dan kebersamaan yang terjalin sehingga ada rasa saling membutuhkan satu sama lain.
4)      Menolong orang lain yang sedang mengalami  kesusahan
Hubungan manusia dengan manusia lain selalu menimbulkan dampak yang baik maupun dampak yang buruk. Jika timbul hubungan yang baik, seperti adanya suasana kekeluargaan maka akan ada rasa kebahagiaan. Namun sebaliknya, jika hubungannya buruk, maka akan ada permasalahan dan rasa kesusahan. Disinilah kolaborasi antara yang baik dan buruk terjalin. Saat seseorang sedang mengalami kesusahan karena hubungan yang buruk, maka akan ada penolong dari mereka yang berhubungan baik. Hal ini terlihat dari kutipan berikut.
Memang patut aku minta maaf sebesar-besarnya tak dapat berbuat sesuatu untuk meringankan penderitaan Nyai. Tak ada padaku teman-teman dekat orang besar, karena memang tidak pernah punya keanggotaan sesuatu kamarbola”
“ Tapi Tuan merasa perlakuan terhadap kami ini  tak adil, bukan ?” tanya Mama.
“Bukan hanya tak adil. Biadap!”
“ Itupun mencukupi, Tuan Dokter, kalau keluar dari hati tulus”
“ Maafkan, aku tak ada kemampuan…”[10]
Kutipan di atas merupakan dialog antara Nyai Ontosoroh dengan dokter Martinet, seorang dokter kepercayaan keluarga itu. Dokter Martinet sangat menyesal karena tidak dapat membantu lebih atas perkara yang sedang dihadapi keluarga Nyai Ontosoroh. Dokter Martinet hanya dapat menolong Annelies yang sakit keras dengan membiusnya agar bisa tidur, namun tidak dapat menolongnya agar tidak dibawa oleh keluarga Ir. Maurist Mellema ke Nederland. Walaupun dokter Martinet tidak dapat membantu, namun ada keinginan untuk melakukannya. Bagi dokter Martinet, Annelies adalah anak sekaligus keluarganya. Sudah sepatutnya ia mempertahankan Annelies. Namun dokter Martinet terbatas dalam hal-hal yang menyangkut politik, apalagi masalah hukum Eropa yang menginginkan Annelies jauh dari Nyai Ontosoroh.

2.2.3        Hubungan dengan kemasyarakatan
1)        Ketidakadilan
Ketidakadilan sangat terlihat antara manusia Pribumi dan manusia Eropa. Keberadaan orang Eropa pasti menempati posisi atas, sedangkan manusia Pribumi jauh di bawahnya dan terinjak-injak. Maka dari itu manusia Pribumi selalu kalah dan tertindas sekalipun mereka pada posisi yang benar. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.
Tak bisa mereka melihat Pribumi tidak penyet terinjak-injak kakinya. Bagi mereka Pribumi mesti salah, orang Eropa harus bersih, jadi Pribumi pun sudah salah. Dilahirkan sebagai Pribumi lebih salah lagi. Kita menghadapi keadaan yang lebih sulit, Minke, anakku!” (Itulah untuk pertama kali ia memanggil anakku, dan aku berkaca-kaca terharu mendengarnya). Apa kau akan lari dari kami, Nak.”[11]
Kutipan di atas menceritakan manusia Pribumi, yaitu Minke dan Nyai Ontosoroh yang sedang tersandung masalah karena kematian dari Tuan Mellema, suami Nyai Ontosoroh. Walaupun dalam masalah  sebenarnya mereka tidak bersalah. Namun seperti itulah hukum saat itu. Manusia Pribumi tidak akan menang menghadapi Eropa. Bahkan dalam pengadilan, jaksa dan hakim akan memojokkan Pribumi. Apalagi jika persoalannya mengenai Pribumi menggugat Eropa.

2)      Usaha Mengembalikan Harkat Kemanusiaan
Perempuan yang menjadi gundik dipandang rendah oleh kebanyakan orang. Hal ini karena identik sebagai wanita simpanan yang tidak mempunyai harga diri. Namun anggapan itu tidak selamanya benar. Hal ini dapat terlihat dari kutipan berikut.
Nyai datang menyertai kami. Selembar Koran S.N.v/d ada di tangannya. Ia tunjukkan padaku sebuah cerpen Een Buitengewoon Gewoone Nyai die Ik Ken.
“ Kau sudah baca cerita ini, Nyo ?”
“Sudah, Ma, di sekolah.”
“Rasanya aku pernah mengenal orang yang ditulis dalam cerita ini”[12]

Kutipan di atas menceritakan tentang bagaimana Minke mencoba untuk mengungkapkan sosok Nyai yang berkualitas dalam segi kemampuan dan pengetahuaannya lewat tulisan. Hal ini ia maksudkan agar penilaian terhadap seorang Nyai bisa membaik. Karena dalam masyarakat keberadaan Nyai memang di anggap rendah, tak terkecuali anggapan Minke sendiri saat pertama mengenal Nyai Ontosoroh. Bahkan pengetahuan Nyai Ontosoroh lebih luas dari pada Minke yang bersekolah di H.B.S.









BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Nilai-nilai sosial kemanusiaan dalam sebuah novel atau roman sangat banyak. Salahsatunya roman Bumi Manusia. Roman ini mengisahkan tentang kehidupan manusia Pribumi yang berdampingan dengan orang-orang Eropa. Disinilah nilai-nilai sosial kemanusiaan itu muncul. Banyak ketidakadilan yang menjadikan makhluk Pribumi tertindas oleh orang-orang Eropa. Orang-orang Eropa akan selalu menang melawan makhluk Pribumi walaupun mereka salah. Nilai harkat kemanusiaan Pribumi pun dipandang sebelah mata, khususnya para Nyai, namun ada nilai kemanusiaan yang masih dipegang erat oleh Pribumi, yaitu kasih sayang kepada anak, dan sikap sopan santun kepada yang lebih tua. Nilai-nilai ini yang bisa menjadi cermin untuk berbenah bagi para pembacanya.
            3.2 Saran
Nilai-nilai sosial kemanusiaan sangat penting keberadaannya. Apalagi pada zaman yang modern ini. Nilai-nilai ini adalah landasan tentang bagaimana manusia harus bersikap dengan manusia lain. Maka dari itu perlu adanya sarana supaya nilai-nilai itu bisa tersalurkan. Salahsatunya melalui karya sastra. Dengan membaca novel dan roman, aka nada nilai-nilai sosial kemanusiaan yang bisa diambil.




DAFTAR RUJUKAN





Tanpa Nama, Sinopsis  Novel Bumi Manusia, (Online),




Tanpa Nama, Nilai dan Jenis Nilai Kemanusiaan, (Online),

(http://eprints.uny.ac.id/9913/2/BAB.pdf), diakses tanggal 4 Desember 2016.



Tanpa Nama. Analisis Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer. (Online).        (https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/3958/Analisis Novel Bumi Manusia           Karya Pramoedya Ananta Toer), diakses tanggal 1 Desember 2016

Toer, Ananta. 1980. Bumi Manusia.  Jakarta: Hasta MItra







[1] 2015 , Sinopsis  Novel Bumi Manusia, (Online), (http://wahanabahasaindonesia.blogspot.co.id/2015/09/sinopsis-novel-bumi-manusia.html), di akses tanggal 1 Desember 2016
[2] 2014, Nilai dan Jenis Nilai Kemanusiaan, (Online), (http://eprints.uny.ac.id/2014/9913/2/BAB.pdf), diakses tanggal 4 Desember 2016.
[3]2005 . Analisis Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer. (Online). (https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/3958/2005/Analisis Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer), diakses tanggal 1 Desember 2016
[4] Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia. ( Jakarta: Hasta MItra, 1980), hlm. 298
[5] Ibid, hlm. 331
[6] Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia. ( Jakarta: Hasta MItra, 1980), hlm. 351
[7] Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia. ( Jakarta: Hasta MItra, 1980), hlm. 282
[8] Ibid,  hlm. 121
[9] Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia. ( Jakarta: Hasta MItra, 1980), hlm. 187
[10] Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia. ( Jakarta: Hasta MItra, 1980), hlm. 329-330
[11] Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia. ( Jakarta: Hasta MItra, 1980), hlm. 272
[12] Ibid. hlm. 103

1 komentar: