BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Menurut
genrenya, karya sastra dibagi menjadi tiga yaitu puisi, prosa dan drama. Untuk
menganalisis suatu karya sastra pasti dibutuhkan teori-teori atau
pendekatan-pendekatan. Salah satunya adalah pendekatan Sosiologis atau bisa
juga disebut Sosiologi Sastra yaitu pendekatan dalam menganalisis karya sastra
dengan menggunakan hubungan karya sastra dengan kehidupan sosial. Dalam karya
sastra terutama prosa, pendekatan Sosiologis ini biasanya digunakan untuk
menganalisis nilai-nilai sosial dalam karya sastra salah satunya adalah nilai
kemanusiaan.
Novel
Bumi Manusia ini bercerita tentang
zaman Hindia-Belanda dimana para pribumi diperlakukan lebih rendah oleh para
penjajah Belanda. Terdapat tiga tokoh sentral dalam novel ini yaitu Minke, Nyai
Ontosoroh, dan Annelies. Banyak kejadian-kejadian di dalam cerita ini yang
mengandung nilai-nilai kemanusiaan karena ketidakadilan yang dialami oleh tokoh
utama sebagi pribumi. Selain itu terdapat kisah cinta antara Minke dan Annelies
yang berakhir menyedihkan karena ketidakadilan juga.
Pada
dasarnya kemanusiaan sangat dibutuhkan dalam hidup manusia karena manusia
adalah makhluk sosial. Selain itu nilai-nilai kemanusiaan hakikatnya adalah
untuk memanusiakan manusia. Memang pada zaman penjajahan dahulu nilai-nilai
kemanusiaan sangat sedikit terutama pada masalah penindasan dan ketidak-adilan
kepada masyarakat pribumi. Maka dari itu pendekatan Sosiologis terutama pada
nilai-nilai kemanusiaannya sangat penting dipelajari karena dengan nilai-nilai
kemanusiaan, pembaca dapat menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
sehari-hari supaya terjalin masyarakat yang rukun.
Makalah
ini akan membahas dan menganalisis nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam
novel Bumi Manusia dan juga terdapat
synopsis novel tersebut sebagai pandangannya.
1.2.
Rumusan
Masalah
Dilihat dari penjelasan latar
belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut
1)
Bagaimana sinopsis dari novel Bumi Manusia?
2)
Apa sajakah nilai-nilai sosial
kemanusiaan dalam novel Bumi Manusia?
1.3.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, dapat diambil tujuan pembuatan makalah antara lain:
1)
Mengidentifikasi sinopsis Bumi Manusia.
2)
Mengetahui nilai-nilai sosial
kemanusiaan dalam novel Bumi Manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sinopsis Bumi Manusia
Mingke sendiri adalah anak seorang
bupati, yang mendapat kesempatan bersekolah di sekolah Belanda, sekolah
HBS di Surabaya. Dengan pendidikan yang ia dapatkan, perilaku dan gaya
berpikirnya pun ikut kebarat-baratan. Selain kepada suaminya, Nyai Ontosoro
juga melawan orang tuanya, yang telah tega mempersembahkan dirinya kepada
seorang pejabat VOC (suaminya) untuk menjadi gundik.
Dalam situasi tersebut, sang Nyai
berlaku keras memutuskan tali silaturahmi dengan kedua orang tuanya. Ia tak
mengakui lagi kedua orang tuanya. Sementara Mingke, juga diam-diam melawan tradisi
Jawa yang ia anggap tidak memanusiakan manusia. Menciptakan kelas sosial, dan
cenderung merendahkan martabat perempuan. Keduanya terlibat dalam sebuah
perjuangan, setelah Mingke resmi menikah dengan putri Nyai Ontosoroh,
Annelies. Perjuangan mereka dimulai setelah suami Nyai Ontosoroh, Tuan Herman
Mellema, meniggal dunia dalam kondisi mengenaskan di sebuah rumah bordir milik
baba Ahong, yang juga adalah tetangga mereka sendiri.
Insinyur Maurits Mellema yang
merupakan anak Herman Mellema dengan isteri pertamanya di Nederland
tiba-tiba kembali menghantui keluarga
Nyai Otosoroh.Sebagai anak pertama dari isteri pertama, ia keberatan dan
menggugat. Ia menginginkan semua harta benda ayahnya sebagai warisan yang hanya
untuknya. Mauritus berkeras karena ia adalah anak sah tuan Mellema dari
hubungan yang sah pula. Bukan seperti kedua saudara tirinya, yang lahir
dari hubungan suami isteri yang tiak sah menurut negara dan agama. Gugatan yang
dilayangkan Mauritus melalui pengadilan putih ketika itu bukan hanya
berbuntut pada harta warisan, tapi juga menghendaki Annalies untuk dibawah ke
Nederland. Perlawanan atas gugatan Mauritus tersebut disambut hangat oleh media
cetak.
Sebagai seorang siswa HBS yang
tulisannya sudah menghiasi halaman-halaman koran, Mingke menggunakan
tulisan-tulisannya sebagai alat perjuangan, untuk mempropaganda. Dalam
tulisan-tulisannya, Minke mencoba membangun opini publik bahwa perjuangan
mereka melawan Mauritus di pengadilan, bukan hanya perjuangan perebutan
harta gono-gini dalam sebuah keluarga, tapi juga adalah sebuah perlawanan atas
kuasa bangsa penjajah. Perjuangan yang penuh suka cita itu tak berbuntut baik.
Orang-orang yang bersimpati untuk membantu Nyai Ontosoroh dan Mingke tak mampu
berbuat banyak. Akhirnya, pengadilan putih memutuskan kemenangan Mauritus
sebagai penggugat. Ia menguasai semua harta ayahnya dan membawa adik tirinya,
Annalies ke Nederland. [1]
2.2 Nilai-Nilai Sosial Kemanusiaan yang
Terdapat dalam Novel Bumi Manusia
Nilai sosial kemanusiaan adalah nilai mengenai harkat
dan martabat manusia. Manusia merupakan makhluk tertinggi di antara makhluk
ciptaan Tuhan. Sehingga nilai-nilai kemanusiaan tersebut mencerminkan kedudukan
manusia sebagai makhluk tertinggi di antara makhluk lainnya. Seseorang
mempunyai nilai kemanusiaan yang tinggi menghendaki masyarakat memiliki sikap
dan perilaku sebagai layaknya manusia. Sebaliknya, tidak menyukai sikap dan perilaku yang
sifatnya merendahkan manusia.[2]
Persoalan manusia pada Bumi Manusia bisa berupa hubungan dengan Tuhan: beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat bersikap sabar dan tawakal atas
cobaan Tuhan. hubungan dengan manusia lain: cinta kasih orang tua pada anak,
sikap sopan santun dengan yang lebih tua, menjaga suasana kekeluargaan dan
kebersamaan, menolong orang lain yang sedang mengalami kesasuhan. Hubungan dengan kemasyarakatan: ketidakadilan,
usaha mengembalikan harkat kemanusiaan,.[3]
2.2.1
Hubungan
dengan Tuhan
1)
Beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mah Esa
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan adalah hal yang sangat
penting. Pembuktian iman seseorang adalah dengan cara melaksanakan
ajaran-ajaran dari Tuhan. Baik itu menaati perintah-Nya atau menjauhi segala
larangan-Nya. Manusia harus menjalankan kehidupannya sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Maka mereka bisa
dikatakan taat kepada perintah-Nya. Hal ini tertulis pada kutipan berikut.
Kami dinikahkan secara islam.
Darsam bertindak sebagai saksi dan Annelies diwali oleh seseorang wali hakim…[4]
“ Perkawinanmu syah menurut hukum
islam. Membatalkan adalah menghina hukum islam, mencemarkan ketentuan yang
dimuliakan umat islam...ah, betapa aku inginkan perkawinan syah. Tuan selalu
menolak. Ternyata ia masih ada istri syah. Sekarang anakku kawin syah. Jauh
lebih tinggi daripadaku sendiri. Dan tidak diakui. “[5]
Kutipan di atas menceritakan tentang perkawinan
antara Minke dan Annelies yang sesuai dengan ajaran islam, yaitu adanya saksi
dan wali. Hal ini membuktikan bahwa masih ada kepercayaan kepada Tuhan dan
melaksanakan ketentuan-ketentuan-Nya. Namun pada kutipan Nyai Ontosoroh adalah
ungkapan yang menjelaskan tentang bagaimana hukum-hukum islam itu dikesampingkan.
Minke dan Annelies yang sah perkawinannya menurut islam, sama sekali tidak
diakui oleh hukum sidang Eropa. Mereka beranggapan bahwa perkawinan itu tidak
sah sekalipun ada yang menikahkan karena masih dibawah umur. Hal ini sangat
terlihat bagaimana kaum Eropa sama sekali tidak menghargai islam.
2)
Bersikap
sabar dan tawakal atas cobaan Tuhan
Manusia dalam menjalani hidup selalu menemui cobaan
dari Tuhan. Hal tersebut merupakan cara Tuhan untuk menguji keimanan seseorang.
Keberhasilan ujian tersebut tergantung bagaimana menyikapinya. Mereka yang
sedang mendapatkan cobaan itu bisa sabar atau bahkan sebaliknya. Ada kutipan
sebagai berikut.
“ Mama, dengan koper ini dulu
Mama pergi dan bertekad takkan kembali lagi. Koper ini terlalu memberati
kenangan Mama. Biar aku bawa, Mama, beserta kenangan berat di dalamnya. Aku
takkan bawa apa-apa kecuali kain batikan Bunda. Hanya koper ini kenangan Mama,
dan batikan Bunda, pakaian pengantinku, Ma. Masukkan sini, jangan kenangkan
yang dulu-dulu. Yang sudah lewat biarlah berlalu, Mamaku, Mamaku sayang.”[6]
Kutipan di atas adalah ungkapan Annelies kepada Nyai
Ontosoroh sebelum ia pergi. Annelies sangat sabar terhadap nasibnya, terhadap
ujian dari Tuhan. Ia harus rela dibawa oleh pengasuh dari Ir. Maurist Mellema
ke Nederland dan meninggalkan orang-orang yang dicintai. Annelies mengerti
bahwa Nyai Ontosoroh dan Minke telah berusaha keras untuk mempertahankannya
namun Tuhan menghendaki dia harus meninggalkan mereka. Maka yang ia lakukan
adalah sabar dan berserah diri terhadap kenyataan dari Tuhan.
2.2.2
Hubungan
dengan manusia lain
1) Cinta kasih orang tua pada anak
Sosok orang tua, khususnya ibu akan memperjuangkan
anaknya yang sedang dalam bahaya atau terancam keselamatannya. Bahkan rela
mengorbankan harga dirinya. Hal ini bisa terlihat dari kutipan berikut.
Annelies anakku,
Tuan, hanya seorang Indo, maka tidak boleh melakukan apa yang dilakukan bapaknya
? Aku yang melahirkannya, membesarka dan mendidik, tanpa bantuan satu sen pun
dari Tuan-Tuan yang terhormat. Atau bukan aku yang telah tanggungjawab atasnya
selama ini ? Tuan-Tuan sama sekali tidak pernah bersusah-payah untuknya.
Mengapa usil ?[7]
Kutipan di atas menceritakan tentang Nyai Ontosoroh
yang membela Annelies dalam sidang yang akan memisahkan antara ibu dan anak
itu. Nyai Ontosoroh bersikeras mempertahankan anaknya yang akan diambil oleh
keluarga Mellema karena termasuk keturunan Mellema. Bahkan Nyai Ontosoroh tidak
memperdulikan kewibawaan sidang dan menghujat orang-orang yang ada dengan
kata-kata dendam. Karena kegaduhan yang diciptakan Nyai Ontosoroh tersebut,
membuatnya dikeluarkan dari ruangan sidang.
2) Sikap
sopan santun dengan yang lebih tua
Dalam adat
Jawa, sikap sopan santun sangat penting. Anak-anak mulai dini diajari tentang
bagaimana berlaku dan bersikap kepada yang lebih tua. Hal ini dimaksudkan agar
kelak mereka mempunyai rasa hormat yang tinggi kepada yang lebih tua, apalagi
kepada orang tua sendiri. Ungkapan ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Rupanya
kesopanan pun telah kau tinggalkan maka tak segera sujud pada Bunda”
Pintu kuketuk pelan. Aku tak tahu
kamar siapa, membukanya dan masuk. Bunda sedang duduk bersisir di depan cermin.
Sebuah lampu minyak berkaki tinggi berdiri di atas sebuah kenap di sampingnya.
“Bunda, ampuni sahaya,” kataku
mengembik, bersujud dihadapannya dan mencium lututnya. Tak tahulah aku mengapa
tiba-tiba hati diserang rindu begini pada Bunda.[8]
Kutipan di atas menggambarkan bagaimana seharusnya
seorang anak harus bersujud kepada orang tuanya ketika baru datang. Minke telah
lama tidak bertemu dengan bundanya yang tinggal di kota B. Minke merasa
bersalah karena tidak pernah membalas surat dari keluarganya. Kedatangannya ke
kota B juga karena ada utusan Ayahnya untuk membawa Minke pulang karena ada
acara pelantikan gubernur.
3) Menjaga suasana kekeluargaan dan kebersamaan
Menjalin hubungan dengan sesama adalah hal yang
sulit. Apalagi jika ada perbedaan SARA. Namun kesulitan itu bisa diatasi ketika
dalam hubungan sudah timbul suasana kekeluargaan dan kebersamaan. Bahkan dengan
orang lain akan seperti dengan keluarga sendiri. Hal ini bisa terlihat dari
kutipan berikut.
Maka papa menyetujui asosiasi.
Hanya itu satu-satunya jalan yang baik untuk Pribumi. Ia mengharapkan, juga
kami, kau kelak duduk setingkat dengan orang Eropa, bersama-sama memajukan
bangsa dan negeri ini, sahabat. Permulaan itu kau sendiri yang sudah memulai.
Pasti kau bisa memahami maksud kami. Kami sangat mencintai ayah kami. Ia bukan
sekedar ayah, juga seorang guru yang memimpin kami melihat dan memahami dunia,
seorang sahabat yang masak dan berisi, seorang adsministator yang tak
mengharapkan keuntungan dari keluh kesah bawahan.[9]
Kutipan tersebut merupakan sebagian isi surat dari
Miriam de la Croix, putri dari Tuan Assisten Residen Herbert de la Croix yang dikenal
Minke ketika pelantikan ayahnya menjadi bupati. Isinya menyatakan tentang
perasaan keluarga Miriam yang keturunan Eropa terhadap Minke yang asli Pribumi.
Keluarga Miriam sangat mengagumi Minke, terutama Tuan Herbert. Bahkan Tuan
Herbert juga mengharapkan kelak kaum Pribumi dan kaum Eropa bisa sejajar dan
bersama-sama membangun negeri. Walaupun jelas ada perbedaan antara mereka,
namun ada suasana kekeluargaan dan kebersamaan yang terjalin sehingga ada rasa
saling membutuhkan satu sama lain.
4) Menolong orang lain yang sedang
mengalami kesusahan
Hubungan manusia dengan manusia lain selalu
menimbulkan dampak yang baik maupun dampak yang buruk. Jika timbul hubungan
yang baik, seperti adanya suasana kekeluargaan maka akan ada rasa kebahagiaan.
Namun sebaliknya, jika hubungannya buruk, maka akan ada permasalahan dan rasa
kesusahan. Disinilah kolaborasi antara yang baik dan buruk terjalin. Saat
seseorang sedang mengalami kesusahan karena hubungan yang buruk, maka akan ada
penolong dari mereka yang berhubungan baik. Hal ini terlihat dari kutipan
berikut.
“ Memang patut aku minta maaf
sebesar-besarnya tak dapat berbuat sesuatu untuk meringankan penderitaan Nyai.
Tak ada padaku teman-teman dekat orang besar, karena memang tidak pernah punya
keanggotaan sesuatu kamarbola”
“ Tapi Tuan merasa perlakuan
terhadap kami ini tak adil, bukan ?”
tanya Mama.
“Bukan hanya tak adil. Biadap!”
“ Itupun mencukupi, Tuan Dokter,
kalau keluar dari hati tulus”
“ Maafkan, aku tak ada
kemampuan…”[10]
Kutipan di atas merupakan dialog antara Nyai
Ontosoroh dengan dokter Martinet, seorang dokter kepercayaan keluarga itu.
Dokter Martinet sangat menyesal karena tidak dapat membantu lebih atas perkara
yang sedang dihadapi keluarga Nyai Ontosoroh. Dokter Martinet hanya dapat
menolong Annelies yang sakit keras dengan membiusnya agar bisa tidur, namun
tidak dapat menolongnya agar tidak dibawa oleh keluarga Ir. Maurist Mellema ke
Nederland. Walaupun dokter Martinet tidak dapat membantu, namun ada keinginan
untuk melakukannya. Bagi dokter Martinet, Annelies adalah anak sekaligus
keluarganya. Sudah sepatutnya ia mempertahankan Annelies. Namun dokter Martinet
terbatas dalam hal-hal yang menyangkut politik, apalagi masalah hukum Eropa
yang menginginkan Annelies jauh dari Nyai Ontosoroh.
2.2.3
Hubungan
dengan kemasyarakatan
1)
Ketidakadilan
Ketidakadilan sangat terlihat antara manusia Pribumi
dan manusia Eropa. Keberadaan orang Eropa pasti menempati posisi atas,
sedangkan manusia Pribumi jauh di bawahnya dan terinjak-injak. Maka dari itu
manusia Pribumi selalu kalah dan tertindas sekalipun mereka pada posisi yang
benar. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.
“
Tak bisa mereka
melihat Pribumi tidak penyet terinjak-injak kakinya. Bagi mereka Pribumi mesti
salah, orang Eropa harus bersih, jadi Pribumi pun sudah salah. Dilahirkan
sebagai Pribumi lebih salah lagi. Kita menghadapi keadaan yang lebih sulit,
Minke, anakku!” (Itulah untuk pertama kali ia memanggil anakku, dan aku
berkaca-kaca terharu mendengarnya). Apa kau akan lari dari kami, Nak.”[11]
Kutipan di atas menceritakan manusia Pribumi, yaitu
Minke dan Nyai Ontosoroh yang sedang tersandung masalah karena kematian dari
Tuan Mellema, suami Nyai Ontosoroh. Walaupun dalam masalah sebenarnya mereka tidak bersalah. Namun
seperti itulah hukum saat itu. Manusia Pribumi tidak akan menang menghadapi
Eropa. Bahkan dalam pengadilan, jaksa dan hakim akan memojokkan Pribumi.
Apalagi jika persoalannya mengenai Pribumi menggugat Eropa.
2)
Usaha
Mengembalikan Harkat Kemanusiaan
Perempuan yang menjadi gundik dipandang rendah oleh
kebanyakan orang. Hal ini karena identik sebagai wanita simpanan yang tidak
mempunyai harga diri. Namun anggapan itu tidak selamanya benar. Hal ini dapat
terlihat dari kutipan berikut.
Nyai datang
menyertai kami. Selembar Koran S.N.v/d ada di tangannya. Ia tunjukkan padaku
sebuah cerpen Een Buitengewoon Gewoone Nyai die Ik Ken.
“
Kau sudah baca cerita ini, Nyo ?”
“Sudah,
Ma, di sekolah.”
“Rasanya
aku pernah mengenal orang yang ditulis dalam cerita ini”[12]
Kutipan di atas menceritakan tentang bagaimana Minke
mencoba untuk mengungkapkan sosok Nyai yang berkualitas dalam segi kemampuan
dan pengetahuaannya lewat tulisan. Hal ini ia maksudkan agar penilaian terhadap
seorang Nyai bisa membaik. Karena dalam masyarakat keberadaan Nyai memang di
anggap rendah, tak terkecuali anggapan Minke sendiri saat pertama mengenal Nyai
Ontosoroh. Bahkan pengetahuan Nyai Ontosoroh lebih luas dari pada Minke yang
bersekolah di H.B.S.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Nilai-nilai sosial kemanusiaan dalam sebuah novel
atau roman sangat banyak. Salahsatunya roman Bumi Manusia. Roman ini
mengisahkan tentang kehidupan manusia Pribumi yang berdampingan dengan
orang-orang Eropa. Disinilah nilai-nilai sosial kemanusiaan itu muncul. Banyak
ketidakadilan yang menjadikan makhluk Pribumi tertindas oleh orang-orang Eropa.
Orang-orang Eropa akan selalu menang melawan makhluk Pribumi walaupun mereka
salah. Nilai harkat kemanusiaan Pribumi pun dipandang sebelah mata, khususnya
para Nyai, namun ada nilai kemanusiaan yang masih dipegang erat oleh Pribumi,
yaitu kasih sayang kepada anak, dan sikap sopan santun kepada yang lebih tua.
Nilai-nilai ini yang bisa menjadi cermin untuk berbenah bagi para pembacanya.
3.2
Saran
Nilai-nilai sosial kemanusiaan sangat penting
keberadaannya. Apalagi pada zaman yang modern ini. Nilai-nilai ini adalah
landasan tentang bagaimana manusia harus bersikap dengan manusia lain. Maka
dari itu perlu adanya sarana supaya nilai-nilai itu bisa tersalurkan.
Salahsatunya melalui karya sastra. Dengan membaca novel dan roman, aka nada
nilai-nilai sosial kemanusiaan yang bisa diambil.
DAFTAR RUJUKAN
Tanpa Nama, Sinopsis
Novel Bumi Manusia, (Online),
(http://wahanabahasaindonesia.blogspot.co.id/2015/09/sinopsis-novel-bumi-manusia.html), di akses
tanggal 1 Desember 2016
Tanpa
Nama, Nilai dan Jenis Nilai Kemanusiaan,
(Online),
Tanpa
Nama. Analisis Novel Bumi Manusia Karya
Pramoedya Ananta Toer. (Online). (https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/3958/Analisis
Novel Bumi Manusia Karya
Pramoedya Ananta Toer), diakses tanggal 1 Desember 2016
Toer,
Ananta. 1980. Bumi Manusia. Jakarta: Hasta MItra
[1] 2015 , Sinopsis Novel Bumi Manusia,
(Online), (http://wahanabahasaindonesia.blogspot.co.id/2015/09/sinopsis-novel-bumi-manusia.html), di akses tanggal 1 Desember
2016
[2] 2014, Nilai dan Jenis Nilai Kemanusiaan, (Online), (http://eprints.uny.ac.id/2014/9913/2/BAB.pdf), diakses tanggal 4 Desember
2016.
[3]2005
. Analisis Novel Bumi Manusia Karya
Pramoedya Ananta Toer. (Online). (https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/3958/2005/Analisis
Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer), diakses tanggal 1 Desember
2016
[4] Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia. ( Jakarta: Hasta MItra,
1980), hlm. 298
[5] Ibid, hlm. 331
[8] Ibid, hlm. 121
[12] Ibid. hlm. 103
tolong sertakan halaman pada novel di kutipannya
BalasHapusterima kasih