GITAR PENGHIDUPAN
Oleh
: Binti Solikhah
Lampu
lalu lintas di perempatan kota itu telah menyalakan warna merahnya. Merah yang
menjadi pertanda sesosok bocah kecil itu harus berlari menghampiri mobil-mobil
yang berhenti. Bocah itu adalah Anto, seorang anak laki-laki yang bertubuh kecil,
berkulit sawo matang, tidak terlalu tinggi, berpakaian kusam, memakai topi dan
gitar yang selalu ditangannya. Langkah kakinya semakin cepat menghampiri salah
satu mobil dari puluhan mobil dan kendaraan lain yang berhenti. Napasnya masih
belum teratur saat sampai di depan salah
satu pintu mobil yang membuat bapak muda di dalamnya terheran-heran. Dia mulai
beraksi dengan senyuman sebagai awal dari pekerjaannya.
” Permisi...numpang ngamen.“ kata Anto mulai mengeluarkan suara yang
diteruskan dengan lantunan lagu ciptaannya
Aku pengamen bukan sembarang pengamen
Yang tidak dapat uang
terus jadi cengeng
Aku bocah bukan sembarang
bocah
Yang tak ingin mengalah
Ku korbankan sekolah juga
masa depan
Demi keluargaku yang tersayang
Tak perduli panas terik
matahari
Yang penting dapat uang
tuk beli nasi
Terima kasih saya
sampaikan
Untuk Anda yang sudi
memberi uang
Saya do’akan umur tetap
panjang
Dan semoga disayang Tuhan
Dengan
lagu yang merupakan ringkasan kisah hidupnya, akhirnya uang kertas dan senyum
ramah dari bapak muda itu ia dapatkan.
“ Terima kasih seribu kali Pak....”
kata Anto disertai dengan senyuman
“ Kenapa seribu kali ? ” tanya
bapak muda itu penasaran
“ Ini adalah penghormatan saya
pada Bapak karena telah memberi saya uang seribu. Kan tidak mungkin saya bilang
terima kasih sebanyak seribu kali, nanti keburu hijau lampunya “ jawab Anto
dengan polos
“ Hahaha...kamu ini bisa saja.
Kapan- kapan Bapak kasih lebih kalau bisa bertemu lagi “ kata bapak muda itu
“ Oke...saya permisi dulu ya
Pak...” tambah Anto dengan disertai langkah kakinya menjauhi mobil itu dan
mencari kendaraan lain
Baru beberapa langkah
Anto berjalan, telinganya mendengar puluhan klakson berbunyi, matanya melihat sorotan lampu di tiang tinggi itu berubah
warna hiaju. Ia sudah mengerti apa yang harus dilakukan, segera menjauh dari
aspal hitam yang membuat seakan terbakar sepasang kaki tanpa alas itu. Pohon di
tepi jalan raya menjadi tujuan selanjutnya untuk berteduh dan menghitung uang
hasil mengamen. Berharap jerih payahnya hari ini bisa mengisi perut kosongnya
dan ibu yang ia kasihi.
“ Aaahh...dapat segini cukup buat
makan. Alhamdulillah...! “ ujar Anto
Namun
raut wajahnya menampakkan kesedihan. Badannya dingin di bawah sengatan
matahari. Air mata tak berhasil ia bendung dari kelopak matanya. Ia mengingkari
lagunya sendiri, yang tak akan menangis. Terbesit dalam pikirannya, sosok kakak
laki-laki yang selalu menyakiti hati ibunya. Seorang kakak yang tak patut
disebut kakak. Seorang kakak yang hanya bisa merampas uang hasil keringatnya.
“ Anto...Anto...” terdengar suara
teriakkan yang memanggil namanya dari seberang jalan. Ia menoleh ke arah suara
itu. Ternyata itu adalah suara tetangganya, Sari.
“ Anto...abangmu ngamuk lagi..!!
“ kata Sari dengan napas terengah-engah setelah sampai di depannya.
“ Dia mengaduk isi rumah
dan...dan..mendorong ibumu Anto “ tambah Sari
“ Apa...?? “ kata Anto dengan
kaget dan gitar penghidupannya jatuh di tanah
“ Benarkah apa yang kamu katakan
Sari ? kau tak berdusta ? “ tambah Anto meyakinkan kebenaran berita itu
Butiran
air mata mengalir dari mata sayunya membasahi pipi yang berkeringat. Tubuhnya
seakan-akan terbang terombang-ambing tertiup angin topan kejamnya kehidupan.
Kini hatinya dalam dua kondisi, seberat baja karena merasakan ulah kakaknya, namun
seringan kapas karena memikirkan keadaan ibunya. Tanpa menunggu jawaban Sari,
secepat kilat ia mencoba sampai ke rumah reotnya. Tempat dimana ia dilahirkan
dan berlindung dari panas hujan bersama ibunya.
Sampai
di rumah, ia dapati kakaknya berdiri tegap di teras rumah dan ibunya yang duduk
sambil menundukkan kepala. Ibu terisak-isak dan justru kakaknya membusungkan
dada dengan wajah beringasnya. Pemandangan yang paling membuatnya benci dan
pening, lebih mengerikan daripada ganasnya jalanan. Ia berlari menghampiri
ibunya yang terpuruk.
“ Ibu...Ibu baik-baik saja ?? apa
yang ia lakukan disini ? “ tanya Anto pada ibunya. Namun yang ditanya hanya
diam
“ Heehhh... gak punya mata ya ??
ini abang lo..main nylonong aja “ bentak kakaknya sambil melotot
“ Kamu bukan abangku. Kamu hanya
preman brandalan yang menyakiti ibuku. Pergi ...!!! “ jawab Anto dengan
setengah menjerit
“ Banyak bacot lo...mana uang ??
gue butuh uang..” bentak kakaknya dengan suara yang lebih keras
“ Gak ada uang untuk orang
seperti kamu. Cari saja uang sendiri !! “ jawab Anto sambil memeluk ibunya
“ Songong lo ya...emangnya gitar
yang lo buat cari duit itu punya lo ?? Itu punya gue. Udah baik, gue pinjemin
ke lo. Giliran gue minta duit aja lo pelit amat
” kata kakaknya tetap dengan nada tinggi
“ Gitar itu milik Babe, bukan
milik kamu. Babe beli itu dengan hasil keringat bukan dari malak seperti kamu.
Gitar itu untuk melangsungkan kehidupan bukan untuk kemaksiatan. Jangan harap
dapat uang dari hasil gitar itu. Pergi !!! “ kata Anto menahan air mata
begitupun ibunya
“ Allaah...diam lo !! gua gampar
mulut cerewet lo, baru tahu rasa “ bentak kakaknya sambil mengambil paksa uang
hasil mengamennya dan pergi meninggalkan rumah
Saat
Anto larut dalam kesedihan bersama ibunya, Sari menghampiri mereka sambil
setengah berlari dan membawa gitar milik Anto.
“ Kalian baik-baik saja ?? “
tanya Sari
“ Tak ada yang kurang dan hilang
dari kami. Hanya uang untuk kami makan, lenyap dibawa oleh abang “ jawab Anto
sedih
“ Sudahlah...jangan khawatir !!
berkunjunglah ke rumahku bersama ibumu “ ujar Sari dengan senyum tulusnya
“ Iya Sar. Terima kasih atas
kebaikanmu selama ini kepadaku dan ibu “ jawab Anto mencoba membalas dengan
senyum
“ Ini....gitar kamu. Kalau kamu
tinggal di jalanan...terus kamu mau ngamen pakai apa ?? jaga ini baik-baik !!!
“ kata Sari
“ Sekali lagi terima kasih. Gitar
ini akan ku jaga baik-baik. Karena gitar ini adalah perantara Tuhan untuk
menghidupi kami berdua “ jawab Anto dengan semangat
Dengan
kembalinya gitar penghidupan itu di tangannya, ia berharap kembali pula
kebahagiaan bersama ibu yang ia kasihi. Kebahagiaan yang hilang setelah ayahnya
meninggal. Kebahagiaan yang pernah ia cicipi. Kebahagiaan yang pernah menjadi
sepenggal kisah hidupnya selama ini. Kini, ia berharap datangnya kebahagiaan
itu lagi.
---SELESAI---
If you're looking to lose weight then you need to try this totally brand new tailor-made keto meal plan.
BalasHapusTo produce this keto diet, licensed nutritionists, personal trainers, and professional chefs joined together to provide keto meal plans that are powerful, suitable, money-efficient, and satisfying.
Since their grand opening in 2019, 100's of people have already remodeled their body and well-being with the benefits a good keto meal plan can offer.
Speaking of benefits; in this link, you'll discover eight scientifically-proven ones given by the keto meal plan.