Jumat, 24 Februari 2017

Contoh Teks Narasi


GITAR PENGHIDUPAN

Oleh : Binti Solikhah



            Lampu lalu lintas di perempatan kota itu telah menyalakan warna merahnya. Merah yang menjadi pertanda sesosok bocah kecil itu harus berlari menghampiri mobil-mobil yang berhenti. Bocah itu adalah Anto, seorang anak laki-laki yang bertubuh kecil, berkulit sawo matang, tidak terlalu tinggi, berpakaian kusam, memakai topi dan gitar yang selalu ditangannya. Langkah kakinya semakin cepat menghampiri salah satu mobil dari puluhan mobil dan kendaraan lain yang berhenti. Napasnya masih belum teratur saat  sampai di depan salah satu pintu mobil yang membuat bapak muda di dalamnya terheran-heran. Dia mulai beraksi dengan senyuman sebagai awal dari pekerjaannya.

” Permisi...numpang ngamen.“  kata Anto mulai mengeluarkan suara yang diteruskan dengan lantunan lagu ciptaannya

 Aku pengamen bukan sembarang pengamen

Yang tidak dapat uang terus jadi cengeng

Aku bocah bukan sembarang bocah

Yang tak ingin mengalah

Ku korbankan sekolah juga masa depan

Demi keluargaku yang tersayang

Tak perduli panas terik matahari

Yang penting dapat uang tuk beli nasi

Terima kasih saya sampaikan

Untuk Anda yang sudi memberi uang

Saya do’akan umur tetap panjang

Dan semoga disayang Tuhan

            Dengan lagu yang merupakan ringkasan kisah hidupnya, akhirnya uang kertas dan senyum ramah dari bapak muda itu ia dapatkan.

“ Terima kasih seribu kali Pak....” kata Anto disertai dengan senyuman

“ Kenapa seribu kali ? ” tanya bapak muda itu penasaran

“ Ini adalah penghormatan saya pada Bapak karena telah memberi saya uang seribu. Kan tidak mungkin saya bilang terima kasih sebanyak seribu kali, nanti keburu hijau lampunya “ jawab Anto dengan polos

“ Hahaha...kamu ini bisa saja. Kapan- kapan Bapak kasih lebih kalau bisa bertemu lagi “ kata bapak muda itu

“ Oke...saya permisi dulu ya Pak...” tambah Anto dengan disertai langkah kakinya menjauhi mobil itu dan mencari kendaraan lain

Baru beberapa langkah Anto berjalan, telinganya mendengar puluhan klakson berbunyi, matanya  melihat sorotan lampu di tiang tinggi itu berubah warna hiaju. Ia sudah mengerti apa yang harus dilakukan, segera menjauh dari aspal hitam yang membuat seakan terbakar sepasang kaki tanpa alas itu. Pohon di tepi jalan raya menjadi tujuan selanjutnya untuk berteduh dan menghitung uang hasil mengamen. Berharap jerih payahnya hari ini bisa mengisi perut kosongnya dan ibu yang ia kasihi.

“ Aaahh...dapat segini cukup buat makan. Alhamdulillah...! “ ujar Anto

            Namun raut wajahnya menampakkan kesedihan. Badannya dingin di bawah sengatan matahari. Air mata tak berhasil ia bendung dari kelopak matanya. Ia mengingkari lagunya sendiri, yang tak akan menangis. Terbesit dalam pikirannya, sosok kakak laki-laki yang selalu menyakiti hati ibunya. Seorang kakak yang tak patut disebut kakak. Seorang kakak yang hanya bisa merampas uang hasil keringatnya.

“ Anto...Anto...” terdengar suara teriakkan yang memanggil namanya dari seberang jalan. Ia menoleh ke arah suara itu. Ternyata itu adalah suara tetangganya, Sari.

“ Anto...abangmu ngamuk lagi..!! “ kata Sari dengan napas terengah-engah setelah sampai di depannya.

“ Dia mengaduk isi rumah dan...dan..mendorong ibumu Anto “ tambah Sari

“ Apa...?? “ kata Anto dengan kaget dan gitar penghidupannya jatuh di tanah

“ Benarkah apa yang kamu katakan Sari ? kau tak berdusta ? “ tambah Anto meyakinkan kebenaran berita itu

            Butiran air mata mengalir dari mata sayunya membasahi pipi yang berkeringat. Tubuhnya seakan-akan terbang terombang-ambing tertiup angin topan kejamnya kehidupan. Kini hatinya dalam dua kondisi, seberat baja karena merasakan ulah kakaknya, namun seringan kapas karena memikirkan keadaan ibunya. Tanpa menunggu jawaban Sari, secepat kilat ia mencoba sampai ke rumah reotnya. Tempat dimana ia dilahirkan dan berlindung dari panas hujan bersama ibunya.

            Sampai di rumah, ia dapati kakaknya berdiri tegap di teras rumah dan ibunya yang duduk sambil menundukkan kepala. Ibu terisak-isak dan justru kakaknya membusungkan dada dengan wajah beringasnya. Pemandangan yang paling membuatnya benci dan pening, lebih mengerikan daripada ganasnya jalanan. Ia berlari menghampiri ibunya yang terpuruk.

“ Ibu...Ibu baik-baik saja ?? apa yang ia lakukan disini ? “ tanya Anto pada ibunya. Namun yang ditanya hanya diam

“ Heehhh... gak punya mata ya ?? ini abang lo..main nylonong aja “ bentak kakaknya sambil melotot

“ Kamu bukan abangku. Kamu hanya preman brandalan yang menyakiti ibuku. Pergi ...!!! “ jawab Anto dengan setengah menjerit

“ Banyak bacot lo...mana uang ?? gue butuh uang..” bentak kakaknya dengan suara yang lebih keras

“ Gak ada uang untuk orang seperti kamu. Cari saja uang sendiri !! “ jawab Anto sambil memeluk ibunya

“ Songong lo ya...emangnya gitar yang lo buat cari duit itu punya lo ?? Itu punya gue. Udah baik, gue pinjemin ke lo. Giliran gue minta duit aja lo pelit amat  ” kata kakaknya tetap dengan nada tinggi

“ Gitar itu milik Babe, bukan milik kamu. Babe beli itu dengan hasil keringat bukan dari malak seperti kamu. Gitar itu untuk melangsungkan kehidupan bukan untuk kemaksiatan. Jangan harap dapat uang dari hasil gitar itu. Pergi !!! “ kata Anto menahan air mata begitupun ibunya

“ Allaah...diam lo !! gua gampar mulut cerewet lo, baru tahu rasa “ bentak kakaknya sambil mengambil paksa uang hasil mengamennya dan pergi meninggalkan rumah

            Saat Anto larut dalam kesedihan bersama ibunya, Sari menghampiri mereka sambil setengah berlari dan membawa gitar milik Anto.

“ Kalian baik-baik saja ?? “ tanya Sari

“ Tak ada yang kurang dan hilang dari kami. Hanya uang untuk kami makan, lenyap dibawa oleh abang “ jawab Anto sedih

“ Sudahlah...jangan khawatir !! berkunjunglah ke rumahku bersama ibumu “ ujar Sari dengan senyum tulusnya

“ Iya Sar. Terima kasih atas kebaikanmu selama ini kepadaku dan ibu “ jawab Anto mencoba membalas dengan senyum

“ Ini....gitar kamu. Kalau kamu tinggal di jalanan...terus kamu mau ngamen pakai apa ?? jaga ini baik-baik !!! “ kata Sari

“ Sekali lagi terima kasih. Gitar ini akan ku jaga baik-baik. Karena gitar ini adalah perantara Tuhan untuk menghidupi kami berdua “ jawab Anto dengan semangat

            Dengan kembalinya gitar penghidupan itu di tangannya, ia berharap kembali pula kebahagiaan bersama ibu yang ia kasihi. Kebahagiaan yang hilang setelah ayahnya meninggal. Kebahagiaan yang pernah ia cicipi. Kebahagiaan yang pernah menjadi sepenggal kisah hidupnya selama ini. Kini, ia berharap datangnya kebahagiaan itu lagi.



---SELESAI---




1 komentar:

  1. If you're looking to lose weight then you need to try this totally brand new tailor-made keto meal plan.

    To produce this keto diet, licensed nutritionists, personal trainers, and professional chefs joined together to provide keto meal plans that are powerful, suitable, money-efficient, and satisfying.

    Since their grand opening in 2019, 100's of people have already remodeled their body and well-being with the benefits a good keto meal plan can offer.

    Speaking of benefits; in this link, you'll discover eight scientifically-proven ones given by the keto meal plan.

    BalasHapus