Masih Pantaskah UN Dipertahankan
???
Oleh
: Binti Solikhah*
UJIAN
Nasional atau UN merupakan progam pemerintah yang digunakan untuk mengukur
kemampuan para pelajar setelah beberapa tahun menerima pelajaran dari guru di
sekolah. Namun progam ini tidak menjamin
bisa mengukur kemampuan pelajar secara real. Pasalnya, UN yang semula bisa
menjadi tolok ukur keberhasilan proses belajar mengajar atau evaluasi
pembelajaran, kini justru distribusinya banyak disalahgunakan. Jika sudah
melenceng pada tujuan awal, masih pantaskah UN dipertahankan ?
***
Banyak tokoh yang sepakat untuk
penghapusan UN, namun juga tidak sedikit yang menentangnya. Tentu mereka punya
dasar atas pendapat mereka. Lantas, masih pantaskah UN dipertahankan ?
Pertanyaan itulah yang kini masih menggema di telinga masyarakat Indonesia.
Timbulnya tokoh pro dan kontra itulah yang kini menjadi permasalahan UN.
Namun jika melihat dilema tentang UN
yang akan ditiadakan atau tetap dilestarikan, tentu harus ada alasan-alasan yang harus diperhitungkan.
Apakah nantinya jika UN tetap ada memiliki kemanfaatan atau justru sebaliknya
sama seperti yang saat ini terjadi. Lalu mengapa progam pemerintah itu lebih
pantas dihapuskan saja ? Ada beberapa alasan yang menguatkan hal tersebut.
Menyerahkan evaluasi pendidikan
pada setiap daerah
Dengan
menyerahkan evaluasi pendidikan kepada tiap daerah, maka hal ini lebih
kondusif. Karena mereka lebih bisa menentukan jenis tes yang sesuai dengan para
pelajar yang ada di daerahnya. Sebab kualitas pendidikan setiap daerah berbeda-beda.
Ada daerah yang kualitasnya tinggi, namun mendapatkan soal ujian yang mudah.
Begitupun sebaliknya, ada daerah yang memiliki kualitas pendidikan yang rendah
dan mendapatkan soal ujian yang sulit bagi mereka. Agar evaluasi
pendidikan bisa mencapai hasil yang
maksimal, maka daerahlah yang bisa mengukur dan menentukan.
Momok bagi para pelajar
Ujian
Nasional adalah hal paling menakutkan bagi para siswa menjelang lulus dari
sekolah mereka. Pasalnya, ujian inilah yang menentukan mereka bisa lulus atau
tidak. Walaupun pada tahun 2015, Ujian Nasional tidak lagi menjadi penentu
kelulusan, namun tetap saja para siswa mengalami tekanan yang sangat tinggi
pada masa-masa itu.
Pihak sekolah terbebani
Selain
menjadi momok untuk para siswa, Ujian Nasional juga menjadi beban sekolah. Hal
ini disebabkan karena sekolah harus mempersiapkan dan mencapai target UN.
Mengingat UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan, menjadikan persiapan ini
justru memakan waktu banyak. Padahal pihak sekolah juga harus mempersiapkan anak
didiknya agar bisa masuk sekolah lanjutkan yang mereka inginkan.
Banyak terjadi kecurangan
Ujian
Nasional yang digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pendidikan justru kini
banyak dimanfaatkan sebagai ajang kecurangan. Hal ini karena adanya pihak-pihak
yang justru memanfaatkan keadaan sebagai lahan bisnis sementara. Pelaksanaan
Ujian Nasional tidak lagi dapat menghasilkan hasil yang real, karena banyak
peserta UN yang rela merogoh saku agar bisa mendapatkan kunci jawaban Ujian
Nasional.
Tidak meningkatkan kualitas
pendidikan
Dengan
adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan dalam pelaksanaan Ujian Nasional,
maka secara otomatis tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan
tercapai. Justru pelaksanaan UN menjadikan moral siswa semakin menurun jika ada
kecurangan yang dilakukan. Selain itu, dilihat dari tingkat kelulusannya justru
juga mengalami penurunan. Seperti berita yang
disampaikan oleh www.mediaindonesia.com tingkat kelulusan UN turun 4% dibanding
tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia tidak
mengalami peningkatan.
Menghabiskan Dana
Ujian
Nasional yang tidak lagi menjadi penentu kelulusan dan banyak adanya kekurangan
justru adalah hal-hal yang sia-sia jika tetap dilaksanakan. Pelaksanaan UN membutuhkan
dana yang tidak sedikit. Ujian Nasional banyak menghabiskan uang dan fungsinya
juga kini semakin tidak jelas. Maka seharusnya uang itu bisa digunakan untuk
hal-hal yang lebih baik bagi pendidikan. Misalnya saja pemerataan pendidikan di
Indonesia.
Adanya permasalahan-permasalahan
tersebut maka seharusnya Ujian Nasional harus dihapuskan. Karena pelaksanaannya
tidak memberikan dampak yang baik, justru banyak menimbulkan hal-hal buruk.
Jika UN resmi dihapuskan, maka ada beberapa rencana dari pemerintah untuk
diterapkan.
1.
Penghapusan
bersifat sementara, artinya Ujian Nasional bisa saja dilaksanakan setiap saat
dan diberlakuakan kembali.
2.
Ujian
Nasional diganti dengan ujian akhir. Untuk tingkat SMA, ujian akhir akan diatur
oleh tiap provinsi, sedangkan ujian akhir SD dan SMP diatur pemerintah
kota/kabupaten. Maka ujian akhir akan diatur dan dievaluasi masing-masing
daerah. Karena kualitas pendidikan setiap daerah tidak sama. Maka penyerahan
tugas evaluasi pada setiap daerah ini akan lebih maksimal.
3.
Walaupun
dipegang masing-masing provinsi/daerah, menurut Pak Muhadjir, pelaksanaan ujian
akhir akan tetap dalam pengawasan Badan Standarisasi Nasional. Jadi tetap ada
kontrol dan memiliki standar kelulusan.
4.
Keputusan
kelulusan tetap ada pada pihak sekolah, berdasarkan prestasi siswa.
Ujian akhir hanya menjadi salah satu komponen penilaian.
5.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan akan fokus untuk meningkatkan dan melakukan
pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab, dari hasil Ujian Nasional
selama ini, hanya 30 persen sekolah yang memenuhi standar yang ingin dicapai
Indonesia.
Ujian Nasional kini tidak lagi berjalan sesuai dengan tujuan
awal dibuatnya. Banyak kecurangan-kecurangan yang timbul dan justru menyebabkan
tekanan dari sebagian pihak. Maka, memang sudah seharusnya UN dihapuskan saja
dan diganti dengan progam yang lebih menjamin terlaksananya evaluasi pendidikan
Indonesia dengan baik. Evaluasi itu bisa dilakukan oleh daerah masing-masing
sekolah yang lebih mengerti tingkat kualitas pendidikannya. Dana yang biasa
digunakan untuk pelaksanaan Ujian Nasional juga bisa digunakan untuk pemerataan
pendidikan di Indonesia. Jadi, evaluasi pendidikan di Indonesia bisa menuai
hasil yang memuaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar